Jakarta – PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menyatakan membuka peluang penurunan suku bunga perbankan menyusul keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,50 persen.
“Kami juga melihat adanya potensi penurunan suku bunga perbankan, dimana penurunan bunga dana akan terjadi lebih dulu diikuti oleh penurunan bunga kredit,” kata Chief Economist BNI Leo Putera Rinaldy dalam keterangannya, Kamis, 22 Mei 2025.
Baca juga: BNI Sambut Positif Pemangkasan Suku Bunga Acuan BI
Leo menilai bahwa pemangkasan suku bunga acuan BI sudah sejalan dengan estimasi Perseroan. Tiga faktor utama yang mendasari kebijakan tersebut antara lain penguatan nilai tukar rupiah, inflasi yang terjaga di level 1,95 persen (YoY) pada April 2025 sesuai target BI, serta perlambatan ekonomi domestik.
“Di saat yang sama, BI juga merelaksasi kebijakan makropurudensial untuk mendukung likuditas perbankan sekaligus merespons perlambatan kredit dan dana pihak ketiga (DPK),” ungkapnya.
BI Dorong Penurunan Suku Bunga Kredit
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo telah meminta perbankan untuk menurunkan suku bunga, termasuk suku bunga kredit, guna mendorong pertumbuhan kredit.
“Kita harapkan perbankan menurunkan suku bunga, baik deposit dan terutama kredit, dan meningkatkan penyaluran kredit,” ujar Perry dalam Konferensi Pers RDG, Rabu, 21 Mei 2025.
Perry menjelaskan, hal tersebut diperlukan agar perbankan dapat bersinergi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Saat ini, suku bunga perbankan dinilai masih relatif tinggi.
Baca juga: Bos BI Minta Perbankan Turunkan Suku Bunga Kredit, Usai BI Rate dipangkas
Tercatat pada April 2025, suku bunga deposito 1 bulan berada di level 4,83 persen, naik dari 4,81 persen pada Januari 2025. Sementara itu, suku bunga kredit tetap tinggi di angka 9,19 persen, nyaris tak berubah dari 9,20 persen pada awal tahun.
“Kita terus mendorong kecukupan likuiditas tapi juga pelonggaran kebijakan makro budaya. Kami terus menambah likuiditas dengan kebijakan insentif likuiditas dan terus kami lakukan dengan jumlah yang besar,” tandasnya.
Relaksasi Kebijakan untuk Dorong Kredit
Sebagai bagian dari strategi stimulus, BI memperluas insentif untuk mendorong pertumbuhan kredit. Di antaranya dengan meningkatkan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) bank dari maksimum 30 persen menjadi 35 persen dari modal, serta menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps guna meningkatkan fleksibilitas likuiditas.
Baca juga: Berbalik Arah, APBN April 2025 Surplus Rp4,3 Triliun
Untuk Bank Umum Konvensional (BUK), PLM diturunkan dari 5 persen menjadi 4 persen dengan fleksibilitas repo 4 persen.
Sedangkan untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), rasio PLM diturunkan dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen dengan fleksibilitas repo 2,5 persen. Seluruh kebijakan tersebut akan mulai berlaku pada 1 Juni 2025. (*)
Editor: Yulian Saputra