Jakarta – Industri asuransi masih mengalami krisis kepercayaan konsumen. Maraknya kasus gagal bayar akibat miss selling dan buruknya tata kelola dan manajemen risiko menjadi momok yang masih menghatui industri asuransi Tanah Air.
Untuk memberikan pemahaman pentingnya branding untuk menjaga kepercayaan nasabah kepada industri, dalam momentum ini, Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) menggelar diskusi nasional ‘Optimalisasi Branding Asuransi Sosial dan Komersial’ di Jakarta, Selasa (21/11).
Deputi Direktur Bidang Komunikasi Organisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Irfan Humaidi, menyebutkan sebagai badan publik, pihaknya mengalami perkembangan yang sangat cepat sejak diluncurkan hampir 10 tahun lalu, atau tepatnya 1 Januari 2014.
Baca juga: Kondisi Industri Asuransi di Indonesia Memprihatinkan, Ternyata Ini Penyebabnya
“Saat awal peserta BPJS Kesehatan sekitar 130 juta, sekarang per 1 November 2023, mencapai 265,83 juta jiwa,” kata Irfan.
Dia pun menjabarkan langkah BPJS Kesehatan dalam mengelola persepsi peserta yang sangat besar. Termasuk meningkatkan loyalitas dan memperkuat posisi branding seperti teknologi antre di rumah sakit hingga cukup mendaftar dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP,) bahkan Nomor Induk Keluarga (NIK) untuk peserta di bawah 17 tahun.
“BPJS Kesehatan juga melakukan survei untuk melihat gap yang dapat menurunkan persepsi dan melakukan pembenahan,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Utama Asuransi Tugu Pratama Indonesia (Tugu Insurance), Tatang Nurhidayat menekankan untuk memenangkan hati konsumen, terdapat lima prinsip service excellence yang diterapkan. Prinsip itu meliputi reliability, assurance, tangibles, empathy, dan responsiveness.
“Program ini kemudian dilakukan evaluasi meliputi kepuasan pelanggan, penanganan komplain, hingga net promoter score (NPS). Nilai NPS digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan pelanggan merekomendasikan produk dan layanan kepada orang lain,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pakar Komunikasi, Subiakto Priosoedarsono mengungkapkan enam kunci untuk membangun brand, termasuk perusahaan asuransi.
“Langkah ini meliputi menemukan DNA brand dari perusahaan asuransi, menetapkan nilai inti perusahaan, menawarkan edit value, menargetkan top of mind, penentuan brand positioning. Sedangkan yang terakhir adalah penetapan tagline yang sesuai,” kata Subiakto.
Baca juga: OJK Beberkan PR ‘Besar’ Industri Asuransi
Ketua Umum Kupasi, Wahyudin Rahman menekankan acara ini merupakan bagian dari tanggung jawab organisasi untuk meningkatkan literasi dan inklusi. Menurutnya, melalui acara ini dapat terbentuk komunikasi dan branding yang kuat dari perusahaan asuransi untuk meningkatkan layanan dan perlindungan konsumen.
Terakhir, Deputi Direktur Edukasi dan Perlindungan Konsumen Regional OJK, Gatot Yulianto mengharapkan lebih banyak peran pelaku industri untuk meningkatkan literasi. Menurutnya, dalam survei OJK, literasi dan inklusi asuransi masih memiliki gap yang jauh.
“Sehingga dibutuhkan peran semua pihak untuk melakukan edukasi dan literasi,” tuturnya.
Alfi Salima Puteri