Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengapresiasi peran perempuan dalam perekonomian nasional yang terus menguat. Namun demikian, ada tantangan struktural dan sosial yang masih membatasi kontribusi optimal mereka.
Hal ini menjadi sorotan melalui pernyataan Rony Ukurta Barus, Kepala Direktorat Inklusi Keuangan OJK. Disebutkan akses keuangan dan adopsi digital di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menjadi salah satu tantangan utama.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, mengungkapkan, tingkat literasi dan inklusi keuangan perempuan Indonesia masih tertinggal dibanding laki-laki. Perbedaan ini menunjukkan masih ada kesenjangan antara kedua gender.
“Indeks literasi keuangan perempuan berada di angka 65,58 persen, jadi hasil survei ini kita mengetahui bahwa hanya 65,58 persen perempuan yang dia sudah paham mengenai produk keuangan, paham mengenai pengelolaan keuangan, sedikit lebih rendah dibanding laki-laki yang 67,82 persen,” ujarnya.
Baca juga: Puan Minta Larangan Game Roblox Harus Disertai Reformasi Literasi Digital Anak
Selisih tipis juga ditemukan pada angka inklusi keuangan. Perempuan mencatatkan angka 80,28 persen, sedangkan laki-laki 80,73 persen. Meski beda tipis, hal ini menjadi perhatian OJK dalam mendorong kesetaraan akses. Ini dikarenakan, perempuan merupakan bagian penting dari struktur ekonomi nasional.
“Dan kami sampaikan bahwa dengan jumlah lebih dari 137,9 juta perempuan di Indonesia, ini menunjukkan bahwa perempuan di Indonesia merupakan critical economic players, juga banyak produksi ekonomi penting yang dihasilkan oleh perempuan dimulai dari tingkat keluarga, tingkat perusahaan, maupun tingkat nasional,” lanjutnya.
Namun, perempuan masih menghadapi hambatan serius. Di antaranya pendapatan lebih rendah, beban tanggung jawab rumah tangga yang besar, serta akses kerja yang tidak merata. Semua ini berdampak langsung terhadap kemampuan ekonomi mereka.
Sebagai respons, OJK menggencarkan edukasi dan literasi keuangan ke berbagai daerah. Salah satu gerakan utamanya adalah GENCARKAN, yang menyasar masyarakat di wilayah 3T. Program literasi khusus untuk perempuan juga dijalankan, seperti Bundaku dan Sicantik.
Selain itu, digitalisasi dinilai menjadi jalan penting bagi UMKM perempuan untuk berkembang. Namun adopsinya masih rendah. Studi menyebutkan, baru 12 persen UMKM yang telah mengadopsi teknologi digital secara efektif dalam bisnisnya.
“UMKM perempuan juga memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan bisnisnya melalui digitalisasi. Penting buat UMKM, tidak hanya perempuan tapi semua UMKM, untuk masuk ke ranah digitalisasi karena itu sudah merupakan sebuah keharusan sebenarnya pada saat ini,” kata Rony.
Baca juga: BI Dukung UMKM sebagai Pilar Ekonomi Nasional di KKI 2025
Padahal, dampak digitalisasi cukup menjanjikan. Sekitar 54 persen UMKM yang dipimpin perempuan mengalami kenaikan pendapatan setelah menerapkan sistem pembayaran digital. Ini jadi bukti bahwa teknologi bisa mendorong inklusi.
Ke depan, kebijakan inklusi keuangan harus lebih sensitif terhadap tantangan yang dihadapi perempuan. Kolaborasi lintas sektor dan pendekatan berbasis data dinilai krusial dalam mendorong pemberdayaan perempuan di sektor UMKM dan ekonomi nasional. (*) Mohammad Adrianto Sukarso