Jakarta – PT Asuransi Tokio Marine Indonesia (TMI) pada hari ini (28/5) merayakan puncak perjalanannya selama 50 tahun sebagai pelopor industri asuransi di Indonesia. Pada perayaan ini, TMI menegaskan kembali komitmennya terhadap prinsip ‘To Be a Good Company’ dan keberlanjutan, yang telah menjadi fondasi utama perusahaan selama lima dekade terakhir.
Presiden Direktur TMI, Sancoyo Setiabudi, mengatakan perseroan kembali melanjutkan pertumbuhan positif di 2024, dengan pendapatan premi yang tumbuh 3,1 persen menjadi Rp2,29 triliun.
Sancoyo menyebut pertumbuhan pada 2024 merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Hal itu dipicu oleh kondisi ekonomi Indonesia yang bergejolak dan berdampak pada industri kendaraan bermotor sebagai segmen utama bisnisnya.
Baca juga: Ma’ruf Amin Soroti Tantangan Regulasi dalam Akselerasi Industri Asuransi Syariah
“Jadi, kalau kita baca berita, Gaikindo juga mulai memberikan sinyal kepada pemerintah untuk mendapatkan insentif. Karena pajak di Indonesia untuk kendaraan adalah salah satu yang terbesar di dunia. Apalagi dibandingkan dengan negara tetangga, kita sangat tinggi. Jadi, terlepas dari itu semua, tahun lalu, kami mencatatkan pertumbuhan premi sebesar 3,1 persen,” ucap Sancoyo dalam Konferensi Pers HUT 50 Tahun TMI di Jakarta, 28 Mei 2025.
Meski demikian, laba bersih setelah pajak TMI masih berhasil tumbuh double digit sebesar 22,2 persen mencapai Rp297 miliar secara tahunan. Pertumbuhan tersebut didorong oleh hasil underwriting yang kuat, yakni sebesar Rp629 miliar atau naik 14,6 persen dari tahun sebelumnya.
Baca juga: Jangan Salah Kaprah, Ini Perbedaan Asuransi Penyakit Kritis dan Asuransi Kesehatan
“Ini menunjukkan bahwa Tokyo Marine sangat sehat. Karena, jika kita lihat, laba adalah komponen dari underwriting dan investasi. Banyak perusahaan yang memiliki underwriting negatif, tetapi ditutupi oleh investasi. Sedangkan di Tokyo Marine, keduanya positif. Jadi, ini adalah salah satu indikasi bahwa Tokyo Marine tumbuh dengan sehat,” imbuhnya.
Adapun, perusahaan juga menunjukkan kondisi keuangan yang sehat dengan tingkat Risk-Based Capital (RBC) mencapai 363,0 persen. Ini jauh di atas ambang batas minimum yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 120 persen. (*)
Editor: Galih Pratama