Akhir Rezim Jokowi: Wacana Penghapusan Pertalite Hingga Kenaikan Pajak Hiburan, Siapa Mau Melanjutkan?


Jakarta – Tinggal menghitung bulan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal lengser sebagai orang nomor wahid di Indonesia. Eks Wali Kota Solo itu akan digantikan Presiden RI terpilih dalam Pilpres 2024 pada Februari mendatang. 

Di titik akhir rezimnya tersebut, Jokowi masih meninggalkan sejumlah ‘warisan’ yang urung rampung terselesaikan. Semisal, nasib mega proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) yang penuh kontroversi dan tantangan berat.

Realisasi investasi IKN di tahun 2023 pun tidak sesuai target Rp45 triliun. Melansir laman resmi ikn.go.id, Badan Otorita IKN hanya mampu menarik investasi senilai Rp41,4 triliun selama tiga rangkaian peletakan batu pertama (groundbreaking) tahap 1 hingga tahap 3.

Begitu juga dengan nasib program hilirisasi buatan Jokowi pasca lengser. Upaya hilirisasi dan larangan ekspor yangbertujuan untuk memberikan nilai tambah justru panen gugatan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Bahkan, tidak sedikit pula pihak yang menganggap program hilirisasi tersebut hanya menguntungkan satu pihak yakni Tiongkok.

Di akhir masa jabatannya pun, Jokowi masih meninggalkan berbagai polemik kebijakan. Ambil contoh, wacana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite pada 2024. 

Wacana penghapusan Pertalite sendiri telah disinggung oleh Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati pada Agustus 2023 dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI. Ia menyebut, langkah tersebut menjadi pengembangan program Langit Biru yang diinisiasi Pertamina dua tahun silam.

“Program Langit Biru Tahap 2 ini merupakan hasil kajian internal kami. Ini belum ada keputusan apapun dari pemerintah. Tentu ini, akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut,” kata Nicke.

Ia mengatakan, apabila usulan tersebut menjadi program pemerintah maka harganya pun akan diatur oleh pemerintah. Nantinya, Pertamax Green 92 bakal masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) yang menggantikan Pertalite. Artinya, harga Pertamax Green 92 akan diatur oleh pemerintah.

Baca juga: Pengamat Sebut Rencana Penghapusan Pertalite Bikin APBN Jebol, Kok Bisa?

“Pertamax green 92, tentu harganya pun regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya,” tegas Nicke.

Adapun harga Pertamax 92, Pertamina sendiri belum mengeluarkan harga resmi Pertamax Green 92. Namun, untuk produk BBM anyar dari Pertamina, yakni Pertamax Green 95 sudah terpampang di SPBU Pertamina di Jalan MT Haryono, Jakarta.

Dalam pemberitaan Infobanknews, pada 31 Agustus 2023, di SPBU Pertamina 31.128.02 MT Haryono itu, harga yang dipatok Pertamax Green 95 sebesar Rp13.500 per liter. Sementara untuk Pertamax Turbo 92 dibanderol Rp14.000 per liter.

SPBU Pertamina MT Haryono menjadi salah satu dari 15 SPBU yang akan menjual BBM ramah lingkungan ini pada tahap pertama. Sisanya, tersebar di sejumlah daerah di Jakarta dan Surabaya.

Diperkirakan harga Pertamax Green 92 masih berada di bawah harga Rp13.500 per liter. Sebagaimana diketahui, saat ini harga BBM Pertalite Rp10.000

Nicke menegaskan, wacana penghapusan BBM Pertalite berkaitan dengan kualitas octan yang lebih baik dengan harga BBM yang sama. 

“Kalau misalnya dengan harga BBM yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik dengan octan number lebih baik. Sehingga untuk mesin juga lebih baik, sekaligus emisi juga bisa menurun. Why not. Namun ini baru usulan, sehingga tidak untuk menjadi perdebatan,” bebernya.

Sebagaimana diketahui, PT Pertamina (Persero) tengah merencanakan menghapus Pertalite (RON 90) dan menggantinya dengan Pertamax Green 92, yakni campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7).

Pertamina beralasan, penghapusan Pertalite dengan nilai oktan 90 tersebut berdasarkan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menetapkan RON 91 sebagai produk BBM terendah yang bisa dijual di Indonesia.

Sebab, kadar oktan yang lebih tinggi akan semakin ramah lingkungan dan menekan emisi zat karbon. Hal ini sejalan dengan sejalan dengan aturan standar emisi Euro 4 dari pemerintah.

Tuai Polemik Publik

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi menegaskan, rencana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dengan pengganti Pertamax Green 92 belum optimal dalam menekan emisi zat karbon.

Baca juga: Kemenkeu: RAPBN 2024 Belum Pertimbangkan Anggaran Peralihan Pertalite ke Pertamax

“Ini kebijakan yang tidak efektif dalam menekan polusi udara dan menjadi blunder bagi pemerintah,” kata Fahmi kepada Infobanknews beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut ia menjelaskan, penggunaan Pertamax Green 92 tetap saja memberikan sumbangan polusi udara karena tidak masuk dalam standar Euro 4.

Diketahui, spesifikasi sesuai standar Euro 4 adalah bahan bakar bensin dengan kadar oktan tinggi 95 hingga 98, bebas timbal dan kandungan sulfurnya maksimum 50 ppm.

Dari spesifikasi itu bisa dipastikan Pertalite bukan bahan bakar mobil Euro 4 karena kadar oktannya lebih rendah yakni berada diangka 91.

“Saat ini pertamax yang masuk standar Euro 4 adalah Pertamax Turbo yang menjadi produk unggulan Pertamina,” jelasnya.

Pertamax Turbo sendiri memiliki kandungan RON 98 dan kandungan sulfurnya content di bawah 50 ppm sehingga Pertamax Turbo bisa menghasilkan gas buang dengan kadar karbon rendah​.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, wacana penghapusan Pertalite dinilai hanya akan menambah beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

“Sudah pasti akan menambah beban subsidi pemerintah untuk Pertamax Green 92 dan juga  menambah beban rakyat Indonesia yang harus membayar lebih mahal,” kata Trubus saat dihubungi Infobanknews.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, pemerintah sendiri mengalokasikan anggaran subsidi energi Rp185,9 triliun, naik 0,2 persen dari proyeksi realisasi tahun 2023 Rp185,4 triliun.

Khusus subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT), pemerintah menggelontorkan anggaran Rp25,7 triliun, melonjak sekitar 10,3 persen dari outlook realisasi tahun 2023 sebesar Rp23,3 triliun.

“Sebaiknya BBM pertalite tetap ada, kalau dihapus masyarakat akan keberatan,” jelasnya.

Menurutnya, penggunaan BBM Pertalite yang dibanderol Rp10 ribu per liter dinilai masih memberatkan yang notabene digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah. 

Apabila pemerintah sepakat mengganti menjadi Pertamax Green 92, tentu saja akan semakin memberatkan masyarakat. Nantinya, kisaran harga per liter untuk Pertamax Green 92 dibanderol Rp12.500.

“Bayangkan masyarakat harus membayar lebih mahal sekitar Rp2.500. Apakah masyakarat mau tidak,” ujar Trubus mempertanyakan.

Kenaikan Pajak Hiburan

Selain wacana penghapusan BBM Pertalite, polemik kebijakan lain yang muncul di akhir rezim Jokowi adalah kenaikan pajak hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dengan menetapkan pajak paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Baca juga: Kenaikan Tarif Pajak Hiburan Hingga 75 Persen, Apa Urgensinya?

Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Di dalam Pasal 58 ayat 2 disebutkan, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Kenaikan besaran inilah yang kemudian dinilai ‘mematikan’ para pengusaha hiburan. Protes pun datang dari salah penyanyi dangdut sekaligus pengusaha, Inul Daratista. 

Inul yang memiliki usaha tempat karaoke ini mengkritik kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan karaoke menjadi 40-75 persen.

Lewat akun media sosial X, Inul mengeluhkan bahwa kenaikan pajak hiburan itu terlampau tinggi dan bisa membunuh bisnis para pengusaha hiburan.

“Pajak hiburan naik dari 25% ke 40-70% sing nggawe aturan mau ngajak modyar tah!!!,” tulis Inul dalam akun @daratista_inul.

Tak hanya Inul Daratista, pengacara kondang Hotman Paris pun ikut berkomentar. Seperti diketahui, dia juga menjadi salah satu pebisnis tempat hiburan ternama di Indonesia.

Dalam postingannya di akun Instagram @hotmanparisofficial, Hotman Paris mengomentari video pendek kondisi bisnis karaoke Inul Daratista yang sepi pengunjung.

“Jutaan karyawan Karaoke. spa dan pusat hiburan se Indonesia akan terancam PHK. Knp mereka? Apa mereka nikmatin pajak selama ini? Mau anda bayar tambahan pajak 75 persen yang di tagih pengusaha karaoke? Nyanyi saja harus bayar pajak super tinggi?,” tulis Hotman.

Siapa Mau Melanjutkan?

Menilik visi misi dari ketiga calon presiden Pilpres 2024, pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sepakat akan melanjutkan program hilirisasi yang sudah dilakukan pemerintah Jokowi saat ini. 

Baca juga: Sepakat! Gibran Lanjutkan Program Hilirisasi Jokowi

“Kami akan lanjutkan hilirisasi. Bukan hanya hilirisasi tambang saja tetapi juga hilirasi pertambangan, hilirisasi pertanian, hilirisasi digital dan lain-lain,” kata Cawapres Gibran dalam Debat Calon Wakil Presiden 2024, Jumat malam, 22 Desember 2023.

Selain itu, pihaknya juga akan melanjutkan program pemerataan pembangunan yang tidak hanya berpusat pada jawa sentris semata melainkan menjadi nusantara sentris.

“Kita genjot terus ekonomi kreatif dan UMKM. Kita punya 64 juta UMKM yang menyumbangkan 61% PDB kita,” jelasnya.

Menurutnya, jika langkah tersebut terpenuhi, maka akan membuka 19 juta lapangan pekerjaan baru. 

Gibran kembali menegaskan, pemerataan pembangunan bersifat wajib. Saat ini, investasi yang ada di luar jawa sudah mencapai sebanyak 53%. Pembangunan IKN yang berkelanjutan akan membuka titik pertumbuhan ekonomi baru, akses dan konektivitas sekaligus lapangan kerja. 

“Proyek IKN bukan bangunan pemerintahan tapi juga  symbol pemerataan dan transformasi Indonesia,” tegasnya.

Pihaknya optimis, indonesia ke depannya akan menjadi raja energi hijau dunia dengan terus mengembangkan bio disel, bio avtur, bio etanol dan kemandirian gula.

Sementara, pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sedari awal memang tidak sejalan dengan pembangunan IKN. 

Bahkan, Anies sempat mengkritik pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurutnya, pembangunan tersebut dapat menimbulkan ketimpangan antara IKN dengan daerah-daerah di sekitarnya.

Anies juga menilai di Ibukota saat ini, yakni DKI Jakarta masih memiliki sejumlah masalah yang perlu diselesaikan tanpa harus memindahkan ibu kota negara ke IKN.

Baca juga: Sri Mulyani Sudah Gelontorkan Rp26,7 Triliun Untuk Bangun IKN, Ini Rinciannya

“Kalau ada masalah jangan ditinggalkan, akan tetapi diselesaikan. Jadi ketika di Jakarta menghadapi masalah, misalnya masalah lingkungan hidup, masalah lalu lintas, kepadatan penduduk mesti diselesaikan,” jawab Anies dalam debat pertama Capres Pemilu 2024, Selasa (12/12).

Ia mengatakan, dengan meninggalkan semua masalah yang ada di Jakarta, tak serta merta menyelesaikan permasalahan yang ada. “Justru ini yang harus dibereskan. Itu filosofi nomor satu,” tegasnya.

Menurutnya, berbicara mengenai permasalahan kemacetan di Jakarta, kontribusi aparatur sipil negara (ASN) di dalam kemacetan hanya 4 persen sampai 7 persen. 

“Jadi tidak akan mengurangi kemacetan di sini (Jakarta),” jelasnya.

Lanjutnya perihal lingkungan hidup. Anies mengatakan, apabila yang pindah pusat pemerintahan, sementara pusat bisnis dan keluarga masih tetap di Jakarta, dinilai masih tetap akan ada masalah.

Karena itu, Anies berpandangan masalah yang di Jakarta harus diselesaikan dengan membangun transportasi umum berbasis elektrik dan menambah taman yang dibangun.

“Dan itu semua dikerjakan untuk membuat Jakarta menjadi kota yang nyaman, aman, kota yang membuat masyarakat bisa hidup dengan sehat,” jelasnya. 

Adapun pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD menegaskan bahwa proyek IKN harus dilaksanakan siapapun pengganti Joko Widodo (Jokowi). Ini mengingat IKN sudah ditetapkan dalam Undang-undang (UU).

“IKN sudah jadi UU kok masih ada yang tidak komit,” kata Ganjar.

Ada kekhawatiran, khususnya dari investor, proyek bernilai lebih dari Rp400 triliun tersebut tidak dilanjutkan lagi setelah Jokowi lengser. “Kalau sudah jadi UU itu kewajiban siapapun harus melaksanakan, loh. Karena sumpahnya itu harus melaksanakan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.

Ganjar melanjutkan, memindahkan ibu kota ke IKN Nusantara tak hanya sekadar memindahkan gedung semata, tapi berkaitan erat dengan mindset dalam membangun kota masa depan berteknologi tinggi.

“IKN akan dibangun fasilitas kelas dunia, termasuk fasilitas layanan kesehatan. Ini betul-betul mimpi, ke kemajuan yang dimulai dari nol,” pungkas Ganjar. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra



Source link

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top