Masih Belum Optimal, Sektor Perbankan Syariah RI Perlu Diperkuat


Jakarta – Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming sempat menyinggung soal State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report, dimana Indonesia mengalami peningkatan dari peringkat 4 menjadi peringkat 3. Namun, RI mengalami penurunan pada keuangan syariah.

Anggota DPR RI periode 2014-2019, Hakam Naja mengatakan pada sektor pariwisata dan kosmetik halal di Indonesia mengalami kenaikan. Namun, untuk sektor keuangan syariah seperti perbankan masih belum terakselerasi.

Padahal bobot keuangan itu 30 persen dari perankingan tersebut. Hal ini menyebabkan peningkatan ranking Indonesia hanya sampai rank 3 saja,” ungkap Hankam dalam diskusi awal tahun INDEF dikutip 13 Januari 2024.

Padahal, kata dia, jika dibandingkan dengan Malaysia dan Saudi Arabia, Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim yang lebih besar, dan bahkan yang terbesar di dunia. Jumlah penduduk Muslim yang besar merupakan faktor yang menjadi pendorong berkembangnya perbankan syariah.

Baca juga: OJK Rilis Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah 2023-2027, Ini 5 Strateginya

Seperti diketahui, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia per September 2023 mencapai 7,27 persen dibandingkan dengan perbankan secara keseluruhan. Sedangkan Malaysia sudah lebih dari 50 persen.

“Penguatan ekosistem ekonomi syariah sangat penting dalam pengembangan perbankan syariah Indonesia. penguatan ini dapat dilakukan melalui industri halal,” imbuhnya.

Hankam pun menjelaskan, bahwa perbankan syariah lahir dari Bank Muamalat tetapi tidak ada dukungan regulasi dan baru muncul setelah 17 tahun adanya Bank Muamalat. Jika dibandingkan negara tetangga, Malaysia sudah menerapkan regulasi terkait sejak awal yang mendorong perkembangan perbankan syariah.

Selain itu, faktor lainnya yang membuat ekonomi syariah di Tanah Air belum optimal yakni, kerjasama dan investasi internasional Indonesia masih sangat kurang di lingkup ekonomi syariah. Dari domestik sendiri, pendidikan dan peningkatan mutu SDM serta riset dan inovasi masih berkembang lambat. Sehingga, kemampuan SDM terkait perbankan syariah masih kurang.

“Banyak eksekutif bank syariah yang lebih didominasi alumni bank konvesional,” pungkasnya.

Baca juga: Biar Sehat, OJK: Industri Perbankan Syariah Butuh Tambahan Pemain Besar

Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator telah menerapkan kewajiban pemisahan atau spin off Unit Usaha Syariah (UUS). Upaya menghadirkan pesaing BSI perlu didukung agar iklim persaingan perbankan syariah berlangsung sehat.

“Setidaknya ada dua lagi bank syariah sekelas BSI agar publik memiliki lebih banyak pilihan dalam memiliki bank syariah. Kemudian, digitalisasi menjadi pilihan yang tidak bisa dielakan pada perbankan syariah,” paparnya.

Sebagai informasi, tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah masih rendah, yaitu sebesar 9,4 persen dan 12,2 persen. Angka tersebut jauh tertinggal dibandingkan indeks literasi dan inklusi keuangan nasional yang masing-masing sebesar 49,68 persen dan 85 persen. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra



Source link

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top